BEBEZHA - Kubu Prabowo-Sandi menginginkan debat capres-cawapres dalam bahasa
Inggris, sementara kubu Jokowi-Ma'ruf Amin, menantang balik agar
masing-masing capres dan cawapres, membaca Alquran.
Bisakah kedua permintaan kedua kubu itu diakomodir dan diloloskan?
Berikut lima hal yang perlu Anda ketahui seputar usulan debat dalam bahasa Inggris dan kemampuan membaca Alquran:
1. Debat Berbahasa Inggris dan Kemampuan Membaca Alquran: Langkah Tepat?
Pada debat Pilpres 2014, format debat antara capres-cawapres
merupakan hasil kesepakatan KPU, stasiun televisi yang menyiarkan, dan
masing-masing tim sukses pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Dalam tahap ini, ada kemungkinan permintaan kedua kubu diakomodir pada debat pilpres 2019.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi
(Perludem), Titi Anggraini kepada BBC News Indonesia, Jumat (14/09),
mengatakan debat merupakan bagian dari pendidikan politik untuk
masyarakat dan medium bagi calon presiden dan wakil presiden
menyampaikan visi, misi, dan citra diri.
"Penggunaan bahasa Inggris dalam debat tidak tepat, karena bukan bahasa resmi," kata Titi.
Menurutnya, tujuan debat antara calon presiden dan wakil presiden
diatur dalam metoda kampanye seperti tertuang di Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2017 tentang Pemilu.
Bahasa Inggris bukanlah bahasa resmi, seperti tertuang dalam UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang bendera, bahasa, dan lambang negara.
Undang-undang itu juga jadi pedoman bagi KPU dalam mengadakan debat calon presiden dan wakil presiden.
Bagaimana dengan pembacaan Alquran dalam debat?
"Ada 187 juta pemilih di Indonesia, tidak semuanya Muslim,
presiden dan wakilnya adalah untuk seluruh pemeluk agama di Indonesia,
bukan satu agama saja," tegas Titi Anggraini dari Perludem.
2. Motivasi Politik di Balik Usulan Debat Berbahasa Inggris dan Pembacaan Alquran
Pembacaan Alquran dan penggunaan bahasa Inggris dalam debat calon
presiden dan wakil presiden, bagi Perludem, tidak efektif jika dilihat
dari tujuan debatnya.
"Isu ini sengaja dibangun untuk melihat titik lemah antar calon presiden dan wakil presiden," kata Titi Anggraini.
"Belum lagi pemilih Indonesia saat ini terpolarisasi, celah yang tidak relevan pun jadi bahan diskusi," tambahnya.
3. Siapa yang Pertama Kali Melontarkan?
Isu bingar ini, awalnya, bermula dari usulan Koalisi
Prabowo-Sandi, yang mengusulkan penggunaan bahasa Inggris dalam debat
capres dan cawapres.
Menurut Yandri Susanto, Ketua DPP PAN, usulan itu perlu didiskusikan,
karena bisa jadi pertimbangan KPU dalam mengatur format jalannya
debat.
Lontaran usulan ini diterima kubu Joko Widodo.
Wakil Sekjen PPP Indra Hakim Hasibuan membalasnya dengan menantang
Prabowo-Sandi untuk debat dalam bahasa Arab, bahkan melafalkan ayat suci
Alquran.
Wakil Ketua tim kampanye nasional Jokowi-Ma'ruf, yang juga
politisi Partai Nasdem, Johnny G Plate saat dihubungi BBC News
Indonesia, Jumat (14/09), mengutarakan bahwa penggunaan bahasa Inggris
dalam debat capres dan cawapres "salah tempat".
"Kita lihat rakyatnya berbahasa apa? Indonesia kan? Maka pakailah bahasa Indonesia," katanya.
Johnny menambahkan, semua sudah diatur dalam undang-undang, bahwa
nantinya calon presiden dan wakil presiden akan menjadi lambang negara
juga.
"Penggunaan bahasa Indonesia juga sudah digaungkan dalam Sumpah
Pemuda, jika berkomunikasi saja sudah salah, ya gagal paham jadinya,"
tandasnya.
4. Apakah Kemampuan Bahasa Inggris Presiden Joko Widodo Jelek?
Penggunaan bahasa Inggris dalam debat sejatinya adalah bentuk kritik dari kubu Prabowo-Sandi.
Politisi Partai Demokrat, Ferdinand Hutahean menjelaskan, ini
semua jadi riuh karena situasi yang sering dipertontonkan Presiden Joko
Widodo, misalnya dalam pidato berbahasa Inggris.
"Bisa dibilang bahasa Inggris ndeso," ujar Ferdinand.
Menurutnya, Indonesia butuh pemimpin yang cakap berbahasa
Inggris, seperti pemimpin-pemimpin sebelumnya, agar tidak ada
keterbatasan dalam berkomunikasi dengan pemimpin-pemimpin dunia.
Sebaliknya, politisi Partai Nasdem, Johnny G Plate justru
menganggap, bahasa Inggris dapat digunakan di berbagai forum
internasional.
"Pidato Pak Jokowi di World Economic Forum, justru menuai banyak pujian," tambahnya.
Pidato presiden dalam bahasa Inggris pada berbagai kesempatan
internasional, sudah pada tempatnya, namun bukan saat debat calon
presiden dan calon wakil presiden.
Beda suara dengan Johnny, Ferdinand justru menganggap pujian
terhadap presiden merupakan bentuk sindiran satire, meskipun Politisi
Partai Demokrat itu, punya nada yang sama dengan Johnny, bahwa bahasa
Inggris untuk debat Capres dan Cawapres, salah tempat.
5. Mengapa Prabowo Subianto Diisukan “Kurang Saleh”?
Tentang pembacaan Alquran dalam debat Capres dan Cawapres, Johnny G Plate mengutarakan bahwa pembacaan Alquran itu wajar.
Karena ada doa sebelum acara dimulai "Pasti ayat alquran yang dibaca dalam doa sebelum debat," imbuhnya.
Sementara itu, Ferdinand Hutahean sempat menambahkan bahwa jika
dahulu Presiden Joko Widodo diserang karena kurang saleh, lalu ia
membuktikannya dengan sering menjadi imam dalam salat, kemudian rajin
berkunjung ke pesantren, kini kebalikannya, Prabowo Subianto yang
diserang karena dianggap kurang saleh.
"Yang saya tahu, Pak Prabowo menjalankan agama yang ia yakini, kita
harus bicara konteks, bukan mempermasalahkan hal privat lalu jadi bahan
perbincangan publik," kata Ferdinand.
Johnny G Plate mengungkapkan, apa yang dibahas oleh kubu sebelah
sejatinya tidak membahas visi dan misi, yang seharusnya dipersiapkan
sejak dini, sementara Ferdinand menghimbau kepada sesama politisi dan
masyarakat, agar mengentikan topik ini, karena konteksnya tidak tepat.
6. Bagaimana Debat Ideal Antar Calon Presiden dan Wakil Presiden?
Titi Anggraini, Direktur Eksekutif Perludem menjelaskan, kuncinya adalah pemaparan data dan angka.
Jika calon presiden dan wakil presiden bisa memunculkan data yang
valid, akan memancing banyak penonton debat untuk sama-sama
membuktikan data itu.
Keadaan pemilih di Indonesia yang terpolarisasi juga jadi aset
berharga bagi pemilu, karena masing-masing kubu bisa masuk ke dalam
kritik yang substantif.
Jika begini, kualitas politisi juga menentukan kualitas pemilih.
"Gagasan yang mengawang-awang seperti bahasa Inggris dalam debat
capres, baca Alquran, justru akan menyulitkan para pemilih mengetahui
visi misi masing-masing calon," tutur Titi.
0 Response to "6 Hal yang Perlu Diketahui saat Debat Berbahasa Inggris dan Baca Alquran"
Posting Komentar